Manusia ditakdirkan oleh Allah untuk memiliki akal pikiran yang menjadikannya berbeda dengan makhluk lain. Akal pikiran lah yang membuat manusia mampu bertahan hidup dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Akal ini juga yang mampu membawa kita dalam kebaikan atau membawa kita dalam maksiat. Dengan akal, manusia akan mudah untuk menerima ilmu pengetahuan.
Sedangkan ilmu pengetahuan adalah karunia Allah SWT yang diberikan kepada manusia untuk mengetahui dan mengelola alam semesta dan kehidupannya. Sehingga ilmu akan menuntun siapa saja yang mendapatkannya menuju jalan Allah SWT.
Salah satu bentuk ilmu yang dikenal manusia adalah ilmu menghitung atau biasanya disebut dengan matematika. Ilmu ini digunakan untuk menentukan panjang pendek, besar kecil, jauh dekat, dan sebagainya dengan dasar pengukuran tertentu. Ketika manusia mengenal angka untuk menghitung atau mengukur, maka tanpa sadar akan tercipta nilai standar untuk menentukan besar atau kecilnya nilai tersebut.
Namun beberapa diantara kita yang kurang memahami ilmu, masih salah dalam menggunakan ilmu berhitung tersebut. Disadari atau tidak, seringkali menggunakan ilmu berhitung untuk menghitung amal perbuatan diri sendiri ataupun amal perbuatan orang lain.
Mungkin terbesit dalam hati atau pikiran kita "Hari ini Aku sudah beribadah banyak, pasti banyak pahala yang Aku dapat" atau "Kan amal perbuatanku sudah banyak, pasti dosaku sudah habis". Bahkan terkadang juga kita membanding-bandingkan dengan amal perbuatan orang lain "Pahalaku pasti lebih banyak daripada si Fulan". Jika masih ada pikiran kita yang seperti itu, cobalah untuk beristighfar dan berhentilah berpikir seperti itu! sebab jika dibiarkan akan dapat melalaikan seseorang untuk mengingat dosa.
Padahal sebenarnya tidak ada yang tahu, apakah Allah akan menerima seluruh ibadah kita atau justru tidak ada yang diterima. Bahkan kita sendiri tidak akan tahu apakah kita masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk berbuat kebaikan? Apakah kita nanti mati dalam husnul khotimah atau nau'udzubillah, su'ul khotimah? Atau apakah amal perbuatan kita lebih baik lebih baik daripada orang lain? Jawabannya belum tentu! Karena semua itu adalah takdir Allah yang hanya Allah yang tahu.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak menghitung amal perbuatan tanpa diiringi dengan rasa tawadhu' (rendah hati). Sikap tawadhu' akan membuat kita merasa tidak lebih baik dari pada orang lain, terus mengerjakan kebaikan, serta berfikir kritis.
Balasan dari semua amalan yang kita perbuat adalah hak prerogatif dari Allah yang tidak sepatutnya bagi kita untuk menghitungnya. Tidak ada yang bisa menjamin seberapa besar pahala yang didapatkan ketika melakukan perbuatan ini, ibadah itu, dan juga seberapa dosa yang didapatkan jika berbuat maksiat. Hanya Allah lah yang Maha Mengetahui.
Berani Menghitung Amal Perbuatan dengan Allah?
Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziah dalam kitabnya Ad Da'wal Dawa' menceritakan jika pernah ada seorang muadzin di Mesir yang hidupnya senantiasa untuk pergi ke masjid guna mengumandangkan adzan dan iqomah sekaligus melaksanakan sholat. Dirinya selalu taat dalam beribadah kepada Allah di setiap waktu.Pada suatu hari Ia seperti biasanya pergi ke menara masjid untuk mengumandangkan adzan. Di dekat menara itu terdapat rumah dari seorang Nasrani. Entah kenapa muadzin tersebut melihat ke dalam rumah itu, dan tanpa sengaja melihat gadis yang ada di dalam rumah. Ia tertipu dengan kecantikan gadis itu. Kemudian Ia pun turun dari menara untuk menghampiri gadis itu. Muadzin tersebut ingin menikahi gadis itu.
Namun gadis tersebut menolak karena dirinya beragama Nasrani sedangkan pria tersebut beragama Islam. Ia hanya mau dinikahi jika pria tersebut mau mengikutinya untuk masuk Nasrani. Malangnya, pria tersebut justru setuju dengannya dan akhirnya menikah dengan gadis tersebut dan meninggalkan agama Islam. Musibah pun terjadi pada pria tersebut. Selain meninggalkan agamanya, Ia ditakdirkan untuk meninggal di hari pernikahannya tanpa sempat menggauli istrinya tadi.
Sementara itu, Rasulullah pernah bercerita tentang seorang pelacur yang masuk syurga. Pelacur tersebut masuk syurga disebabkan Ia menolong seekor anjing. Ia melihat anjing tersebut sedang kehausan di tengah panas yang terik dengan menjulurkan lidahnya. Anjing itu pun mengelilingi sebuah sumur namun Ia tak bisa masuk ke dalam sumur begitu saja untuk mengambil airnya.
Wanita tersebut pun melepas sepatunya dan masuk ke dalam sumur untuk mengambil airnya dan memberikannya kepada anjing yang kehausan tadi. Atas Rahmat Allah SWT, segala dosa wanita tersebut diampuni karena amalannya tersebut.
Dari kedua kisah itu, kita tidak bisa menyimpulkan bagaimana cara Allah menghitung amal perbuatan manusia. Dalam cerita muadzin yang murtad, segala kebaikan yang pernah dilakukan muadzin hangus hanya karena tergoda oleh wanita, sedangkan dalam cerita pelacur, pelacur tersebut diampuni hanya karena menolong anjing yang kehausan.
Oleh sebab itu, hitungan Allah tidaklah sama seperti kita yang jika kita mengerjakan kebaikan pasti akan mendapat pahala sekian, begitu juga sebaliknya, ketika berbuat maksiat akan mendapat dosa sekian. Memang ada beberapa hadits yang menyebutkan seperti itu, tetapi alangkah baiknya bagi kita jika tidak menghitung-hitungnya. Sebab rahmat Allah jauh lebih besar dari amal perbuatan kita.
Mungkin dalam ilmu matematika, kita mengenal dengan bilangan tak terhingga atau biasa disimbolkan dengan ∞. Jika kita hubungkan dengan amal perbuatan kita, niscaya akan menemukan tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Coba perhatikan!
Jika 100 x ∞, maka hasilnya adalah ∞. Begitu juga dengan 1 x ∞, hasilnya juga tak hingga. Bagaimana dengan sekecil apapun kebaikan yang kita perbuat dikali dengan rahmat Allah yang tak terhingga, maka hasilnya adalah tak terhingga.
Perhatikan lagi!
Jika 1 / ∞, maka hasilnya adalah 0. Begitu juga dengan 100 / ∞, hasilnya juga 0. Bagaimana dengan sebanyak apapun dosa yang kita perbuat dibagi dengan rahmat Allah yang tak terhingga, maka hasilnya adalah 0.
Itulah yang terjadi pada kisah pelacur tadi, meskipun dosa sebanyak apapun yang telah diperbuat, tetapi jika Ia bertaubat dan berbuat kebaikan, maka Allah akan mengampuninya alias 0. Sedangkan sekali saja Ia berbuat kebaikan dengan penuh ikhlas, maka Allah akan menganggapnya tak terhingga alias ∞.
Begitulah perhitungan Allah, segala amal perbuatan kita Allah yang akan menentukan balasannya. Jadi sebaiknya kita tidak perlu mencampurinya dengan hitungan kita yang terbatas.
...اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya : "...Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas."
Hitunglah Amal Perbuatan untuk Muhasabah Diri!
Ada baiknya bagi kita untuk terus bermuhasabah (menghitung perbuatan) dengan diiringi rasa tawadhu'. Merasa bahwa perbuatan kita ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rahmat dan nikmat yang telah Allah berikan.Dengan demikian, kita akan terus teringat untuk memohon ampun kepada Allah serta terus bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bertaubat kepadaNya. Meskipun seringkali kita merasa amal ibadah kita cukup, tetapi kita tidak bisa memastikan apakah kita akan terus beribadah kepada Allah hingga akhir hayat, atau nau'udzubillah justru akan tersesat di akhir hayat.
Allah mengabadikan do'a orang yang beriman untuk selalu dijaga dari kesesatan selama hidup dalam Al Qur'an surat 'Ali Imran ayat 8 sebagai berikut
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ
Artinya : "(Mereka berdoa), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.'"
Semoga dengan mengamalkan do'a tersebut, kita dapat terhindar dari menyekutukan Allah SWT dan meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Amin Ya Robbal 'Alamin..
Sekian artikel ini, mohon maaf bila ada kesalahan. Semoga bermanfaat.
Share This :
0 komentar