BLANTERWISDOM101

Beda Slilit Sang Santri

Tuesday, January 7, 2020
beda slilit sang santri

Suatu cerita ada dua orang santri, Slumun dan Umang sedang berdebat tentang kisah yang baru saja diceritakan oleh Kyai Badrun tentang Slilit Sang Kyai. Mereka berdua saling beradu pendapat di pinggiran masjid usai sholat maghrib.

"Mang, kamu tadi denger ndak cerita dari Yai Badrun? cerita Slilit Sang Kyai yang disiksa di kubur gara-gara ngambil cuilan kayu dari sesek (tembok dari anyaman bambu) punya orang gak bilang-bilang" ujar Slumun.

"Iya, aku denger. Ceritanya santrinya mimpi didatengin kyainya buat mintain izin ke si pemilik rumah biar siksanya di kubur cepet selesai trus masuk surga. Emangnya kenapa?" jawab Umang.

"Ngeri ya, cuman gara-gara ngambil kayu kecil buat bersihin slilit aja bisa gitu." kata Slumun sambil menggelengkan kepala.

"Iya, padahal kyai kan pasti ahli ibadah, ahli ilmu, ahli dzikir, lah apalagi kita?" sahut Umang.

Slumun menengok ke langit sambil membayangkan sesuatu, "Oiya, gimana kalo kejadian kayak gitu dialami santri kayak kita, kan sering tuh kalo kita makan trus ada slilit yang nempel, rasanya kan gaenak" pikir Slumun.

"Gatau lagi dah, mesti kita digebukin trus disiksa ama malaikat lebih parah kalo kaya gitu Mun, lha orang alim aja ampe babak belur kesakitan kaya gitu" jawab Umang.

"Kalo dipikir-pikir, menurutku sama aja" jawab Slumun dengan tenang.

"Jangan gitu Mun, jelas-jelas kan ilmu kita jauh beda sama kyai yang udah belajar bertahun-tahun masalah ilmu agama. Pasti udah tahu dan ngerti seluk beluk ilmu Al Qur'an, Hadits, dan ilmu agama lainnya. Cuman mungkin gara-gara kyai itu lupa bilang ke pemiliknya trus ndak bilang sampe beliau wafat. Coba kalo bilang, pasti yang punya rumah akan ridho sebab yang ambil itu kyai yang pasti orang yang terhormat di sisi manusia maupun di sisi Allah." jelas Umang.

"Ndak, sama aja" tegas Slumun sekali lagi tentang pendapatnya.

"Hih, kamu kok ngeyel sih Mun. Kita itu cuman santri, murid dari kyai. Sebagai santri kita harus nurut kepada kyai, sebab ilmu kita yang cuma dikit dibandingkan dengan kyai. Malah kita yang dapet ilmu dan belajar dari kyai biar ilmu yang kita dapet nanti manfaat." ujar Umang mencoba menegur Slumun yang ngeyel.

"Pokoknya menurutku tetep sama aja!" ucap Slumun sambil sedikit marah.

"Ealah, terserah Mun. Dibilangin kok ngeyel sih. Jangan macem-macem ama kyai, nanti kualat lho. Kalo nanti kenapa-napa sama kamu itu pasti gara-gara kamu mikir yang tidak-tidak sama kyai." Umang kesal menjelaskan jika kyai dan santri itu berbeda ilmunya.

Slumun diam tidak menjawab. Akhirnya Umang mencoba untuk menenangkan dirinya dan mencoba untuk bersabar. Kemudian Ia berusaha bertanya kepada Slumun.

"Emang kalo kyai dan santri itu sama, paling nggak jelasin kenapa kok kamu nganggep gitu!" ucap Umang sambil sedikit menahan kesabaran dan penasaran terhadap jawaban temannya.

"Gini deh, kalo slilit sang kyai itu kan tokoh utamanya kyai yang jelas punya ilmu yang luas. Pasti lebih sedikit dosanya daripada kita-kita yang kebanyakan maksiat." jelas Slumun pelan-pelan menenangkan Umang yang terlanjur emosi.

"Iya, aku setuju soal itu. Trus kalo slilit sang santri?" tanya Umang tidak sabar.

"Kan sama aja, kyai itu kan juga santri." jawab Slumun.

"Maksudnya?" tanya Umang keheranan.

"Iya kan, misalkan kalo aku jadi kyainya kyai itu kan berarti kyai itu santriku. Jadi 'Slilit Sang Kyai' bisa aku ganti 'Slilit Sang Santri'." jelas Slumun.

Umang semakin kesal mendengar jawaban Slumun.
Share This :

0 komentar